Jumat, 04 Mei 2012

Review Buku Manusia Indonesia

Penulis: Mochtar Lubis
Dalam buku ini diceritakan bahwa sesungguhnya manusia indonesia ini benar-benar buruk, bahkan orang belanda menganggap manusia indonesia itu amat khianat tidak mau memegang teguh perjanjian amat suka membunuh , mau berperang saja dan lainnya, namun dibalik itu ada juga sifat yang mencirikan manusia indonesia yaitu, ramah tamahnya , hormat, tenang serta sifat lainnya yang terlalu banyak untuk dijelaskan.  Manusia Indonesia idealnya adalah menurut ideologinya menjadi manusia pancasila. Begitu banyak yang mengartikan manusia indonesia baik dari agama ataupun atau sektor lainnya. Banyak pula yang mengartikan manusia indonesia adalah tanggapan dari seseorang itu sendiri.  bagaimanapun juga ternyata bahasa Indonesia itu merupakan inti.  Banyak juga pantun-pantun yang memperkenalkan dan membuktikan suatu perlakuan yang tidak boleh dilakukan seperti free sex.
Salah satu ciri manusia indonesia yang cukup menonjol ialah hipokritis dan munafik. Ciri kedua dari manusia indonesia adalah segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya , putusannya, kelakuannya, pikirannya dan sebagainya. Ciri ketiga manusia indonesia innni adalah ciri feodalnya . Ciri keempat adalah bahwa manusia indonesia itu adalah manusia yang percaya dan menjalankan takhayul serta mereka mempercayai pada segala hal-hal yang mistis. Ciri kelima dari manusia indonesia adalah artistik , mereka bermain dengan naluri dan perasaan, yang dapat mengembangkan daya pikir untuk semakin artistik lagi dan menciptakan produk kerajinan yang semakin kreatif dan inovatif. Ciri keenam manusia indonesia adalah mempunyai watak yang lemah dan karakter yang kurang kuat. Dia mudah dan jika sudah klop maka ia langsung masuk dan berani untuk mengubah keyakinannya.
Ciri lainnya, mungkin konsep binatang ekonomi tidak melekat pada masa sekarang namun yang terjadi adalah bahwa manusia indonesia itu bersifat konsumtif terutama pada barang-barang yang benar-benar kita impikan. Kini manusia Indonesia itu menjadi sosok yang kurang sabar dan senang menggerutu. Meraka akan terhasut dengan perasaan iri , dengki yang harus dihindari. Ciri lainnya adalah bahwa masyarakat indonesia itu gampang merasa senang dan bangga, tukang tiru. Pribadi dan watak sikap dan tingkah laku manusia dan nilai-nilai Yang didukungnya dibentuk oleh masyarakat lingkungannya, almnya, dan ada pula pikiran internal ataupun kesadaran diri sendiri. Dunia ini boleh dikaitkan maju namun ekonominya belum sejajar,  mereka lebih condong kedalam teknologi dan jadi bahan pertimbangan. Karena teknologi itu satu demi satu dapat memecahkan beberapa masalah. Dunia Indonesia yang dipandang oleh oleh beberpa ahli mengatakan bahwa negara Indonesia layaknya surgawi yang ada dibumi.  Namun yang patut dipahami adalah sejelek apapun keadaan manusia indonesia itu buruk maupun baik yang perlu digaris bawahi adalah bahwa ini hanya sekedar opini semuanya akan kembali kepada pikiran dan tanggapan individu masing-masing.













BERPIKIR KRITIS MAKA BERPIKIR DENGAN LOGIKA


Berpikir merupakan ciptaan dalam bentuk akal yang diciptakan oleh tuhan yang maha kuasa. Berpikir merupakan kata kerja dalam kamus Bahasa Indonesia, berawal dari kata pikir yang berarti apa yang ada dalam hati, akal budi, ingatan, angan-angan, kata dalam hati, pendapat, pertimbangan. Sedangkan,  menurut kata kerjanya berpikir itu adalah  menggunakan akal budi untuk menemukan jalan keluar, mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu.
Pikiran ada dalam diri manusia tanpa terkecuali, baik mereka sehat atau sakit, sadar maupun tidak sadar. Berpikir hanya ada didalam diri manusia, sebab pikiran adalah salah satu yang dapat membedakan manusia dengan hewan. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa manusia adalah seekor hewan sosial atau seekor binatang dengan unsur – unsur tertentu yang khas, khususnya rasio dan tuturan.[1]
Oleh karena itu, berpikir merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia setiap waktu. Salah satu macam berpikir yag tidak semua orang bisa melakukannya adalah berpikir kritis, sebab berpikir kritis hanya diperuntukan untuk orang yang mempunyai daya nalar yang tinggi dan mempunyai rasionalitas logika yang tinggi pula. Orang – orang yang berpikir kritis berbeda dengan orang – orang yang berpikir protes walaupun ada kesamaan arti yaitu sama-sama bentuk penolakan dari sesuatu atau seseorang.
Pikiran yang digunakan dalam penalaran dan diungkapkan lewat bahasa juga memiliki materi dan bentuk. Contohnya, kalau kita mengatakan bundar, materinya adalah isi dan arti kata itu sendiri, sedangkan bentuknya adalah positif. Akan tetapi, jika kita mengatakan tidak bundar, bentuknya adalah negatif.[2]
Seperti yang sudah diungkapkan dalam pendahuluan bahwa berpikir erat kaitannya dengan manusia. Semua orang yang dapat merubah dunia adalah orang – orang yang berpikir besar. Adanya arus globalisasi, penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru adalah hasil dari pemikir – pemikir yang berkualitas. Sebab hanya dengan pemikirannya, mereka dapat menentukan wajah baru dan dunia baru.
Masalahnya adalah tidak semua orang dapat menghasilkan pemikiran – pemikiran yang berkualitas dan dapat merubah dunia kearah yang lebih baik lagi. Para kalangan akademisi merupakan pemikir, namun belum tentu sebagai pemikir yang berkualitas. Sebab kebanyakan dari mereka hanya berpikir secara emosional, mengandalkan asumsi dan terkesan egosentris.
Sebagai kalangan akademisi yang dituntut akal budinya, mengharuskan mereka untuk berpikir secara kritis, berpikir yang tidak hanya memaksakan emosional dan terbenam dalam pola pemikirannya sendiri. Agar pemikiranya itu dapat berupa sebuah karya intelektual yang hadir secara ilmiah, atas dasar validitas dan analisis suatu data.
Berpikir secara kritis berarti berpikir secara luas dan terbuka dengan mempertimbangkan kemungkinan – kemungkinan hingga mendapatkan suatu fakta dan informasi yang dapat diterima atau ditolak.
Menurut Paul & Elder (2005), berpikir kritis merupakan cara bagi seseorang untuk meningkatkan kualitas dari hasil pemikiran menggunakan teknik sistemasi cara berpikir dan menghasilkan daya pikir intelektual dalam ide-ide yang digagas.
Seseorang yang berpikir kritis akan mampu menyelesaikan masalah dengan sistemasi pemikiran yang abstrak lalu menyusunnya dalam metode penyelesaian yang efektif. Namun timbulah masalah yang dapat mengkategorikan seserorang itu dapat berpikir kritis atau tidak sebab manusia adalah subjek bagi kehidupan ini dan mereka cenderung menggunakan emosional dalam berpikir. Itu akhirnya dapat menimbulkan sifat egosentrisme yang dapat membuat pemikiran jadi tertutup akan pemikiran yang lain sehingga sulit menemukan inovasi atau terobosan baru serta meletakkan pemikir – pemikir ini dalam komunitas individualistis yang tidak peka terhadap lingkungan sekitar.
Untuk membedakan berpikir secara kritis atau berpikir secara protes, berikut adalah ciri khas pemikir kritis:
a.       Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi yang ada.
b.      Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi yang logis.
c.       Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks

Hanya sedikit didunia ini yang hanya berlandaskan hitam dan putih atau seperti koin yang mempunyai dua sisi. Selebihnya adalah kompleks bahkan multikompleks, maka dari itu diperlukan pemikiran yang tidak hanya memandang satu sisi namun dari beberapa sisi hingga mencapai kesimpulan yang rasional dan masuk dalam logika.
Apa itu logika? Secara etimologi, Menurut Jan Hendrik Rapar dalam bukunya pengantar logika, Logika adalah mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatu  pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai  percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Logika ini lebih mengutamakan daya nalar dibanding dengan perasaan.
Logika tidak mempelajari cara berpikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran dalam bentuk yang paling sehat dan praktis. Banyak jalan pemikiran yang dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan, dan sugesti. Juga banyak pemikiran yang diungkapkan sebagai luapan emosi seperti caci-maki, kata pujian atau pernyataan keheranan dan kekaguman. Ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan argumen yang secar selintas kelihatan benar untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan. [3]
Maka dari itu, Logika akan membantu seseorang untuk mampu berpikir dengan rasional, abstrak dan logika. Karena jika tidak mempunyai unsur – unsur tersebut maka seseorang itu akan sulit untuk dapat berpikir secara kritis. Ia akan senantiasa berpikir sesuai dengan kehendaknya sebagai naluriah yang terkandung dalam setiap diri manusia.
Seperti yang terjadi Pada saat ini banyak orang yang menyetarakan antara berpikir kritis dengan berpikir secara protes. Sebab dalam kajiannya sama menolak sesuatu atau seseorang. Namun pada dasarnya Berpikir secara kritis itu sudah termasuk berpikir secara protes, tetapi berpikir secara protes tidak termasuk berpikir secara kritis.
Cara seseorang berpikir secara kristis, adalah sebagai berikut:
a.       Ketika menjumpai fakta, gagasan atau konsep baru, pastikan memahami dan mengetahui istilah-istilah yang ada.
b.      Pelajari bagaimana fakta atau informasi diperoleh. Apakah diperoleh dari percobaan, apakah percobaan tersebut dilakukan dengan baik dan bebas bias? Dapatkah percobaan itu diulangi?
c.       Jangan terima semua pernyataan pada secara seketika. Apakah sumber informasi tersebut dapat dipercaya?
d.      Pertimbangkan apakah kesimpulan mengikuti fakta? Bila fakta tidak mendukung kesimpulan, ajukan pertanyaan dan tentukan kenapa demikian. Apakah argumen yang dipergunakan logis atau mengambang?
e.       Terbuka terhadap gagasan baru. Contoh terkenal adalah teori tektonik lempeng. Meskipun prinsip-prinsip dasarnya telah diketahui pada awal abad 20, namun teori tersebut baru diterima kalangan luas setelah tahun 1970-an setelah bukti-bukti yang berlimpah.

Tanda – tanda pemikir yang kritis, adalah kesiapan untuk menantang ide – ide orang lain ( anti thesis). Salah satunya adalah dalam keterampilan berpikir secara kritis, Robert Ennis yang merupakan bapak berpikir kritis di Amerika Utara mengidentifikasi 12 aspek dalam wujud keterampilan berpikir kritis yang saling berkesinambungan adalah sebagai berikut:[4]
1.      Memahami arti pernyataan.
2.      Mempertimbangkan adanya ambigunitas dalam penalaran.
3.      Mempertimabangkan pernyataan yang kontradiktif satu dengan yang lain.
4.      Mempertimbangkan kesimpulan yang diikuti.
5.      Mempertimbangkan pernyataan yang cukup spesifik.
6.      Mempertimbangkan pernyataan penerapan satu prinsip.
7.      Mempertimbangkan satu pernyataanhasil observasi.
8.      Mempertimbangkan kesimpulan induktif yang diperingatkan.
9.      Mempertimbangkan masalah yang telah dikenali.
10.  Mempertimbangkan sesuatu sebagai asumsi.
11.  Mempertimbangkan definisi yang tepat.
12.  Mempertimbangkan pernyataan yang diambil oleh otoritas yang diterima.
Dengan demikian, berpikir secara kritis adalah menggunakan akal budi untuk menelaah sesuatu dengan hati-hati. Berpikir secara kritis didefinisikan sebagai ketetapan yang hati-hati dan tidak tergesa-gesa untuk apakah kita sebaiknya menerima, menolak atau menangguhkan penilaian terhadap suatu namun didasarkan dengan fakta,data, dan informasi yang akurat.
Berpikir secara kritis juga bermanfaat untuk kita. Berpikir secara kritis dapat membuat kita tidak salah jalan, mempunyai intelektual yang teruji dan mengasah pola pikir yang akan terus menemukan inovasi – inovasi baru.





[1]  Dikutip dari  Dr.H. Dadang Supardan,M.Pd,  Pengantar Ilmu sosial, P.T. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 26
[2]  Dikutip dari Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika, Kanisius,Yogyakarta, 1996,hlm. 17
[3] Dikutip dari Drs.H.Mundiri,  Logika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,2009. Hlm.8
[4] Dikutip dari artikel berpikir kritis oleh Dr. Padmono.Y melalui [http://filsafat.kompasiana.com/2010/08/14/berpikir-kritis/] [last update: 14 agustus 2010]

Jumat, 30 Maret 2012

Good Governance : Cita dalam Parlemen
Oleh Mega Ardianni


Parlemen merupakan sub sistem yang penting bagi suatu pemerintahan. Parlemen mempunyai tugas penting selain sebagai wakil rakyat yang mempunyai tugas  merancang peraturan – peraturan yang akan diterapkan di negaranya serta sebagai pengontrol agar terciptanya check and balance. Namun pada saat ini pandangan rakyat terhadap parlemen sebagai wakilnya sudah bertolak belakang. Pada kenyataannya banyak pihak yang tidak menyukai kinerja parlemen yang dianggap sudah melalaikan amanat yang diembannya. Rakyat rindu akan wakil rakyat (parlemen) yang ideal. Lalu parlemen yang ideal seperti apa? Ini masih diperdebatkan oleh semua pihak, banyak kriteria yang dapat memenuhi sebagai parlemen yang ideal.
Parlemen yang ideal adalah menganut prinsip Good Governance dalam menjalankan amanat dan tugasnya. Konsep Good Governance adalah melihat kegiatan, proses atau kualitasnya, bukan tentang strukturnya, tetapi kebijakan yang dibuat dan efektivitas penerapan kebijakan tersebut. Governance ini melibatkan relasi antara berbagai kekuatan dalam negara, yakni pemerintah (state), civil society, economic society dan political society.
Model pengukuran indikator Good Governance yang dikembangkan oleh BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang meliputi 14 prinsip tata pemerintahan yang baik , yakni : 1) wawasan kedepan (visionary); 2) keterbukaan dan transparansi (openness and transparency); 3) partisipasi masyarakat (patricipation); 4) tanggung gugat (accountability); 5) supremasi hukum (rule of law); 6) demokrasi (democracy); 7) profesionalisme dan kompetensi (profesionalism and competency); 8) daya tanggap (responsiveness); 9) keefesienan dan keefektifan (efficiency and effectiveness); 10) Desentralisasi (decentralization); 11) kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and civil society partnership); 12) komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality); 13) komitmen pada perlindungan lingkungan hidup (commitment to environmental protection); 14) komitmen pada pasar yang fair (commitment to fair market) .1]
Prinsip yang dikembangkan oleh BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) untuk mencapai Good Governance sebenarnya sudah sangat baik. Namun pada kenyataannya, beberapa bahkan mungkin semua prinsip dalam Good Governance belum bisa diterapkan seutuhnya seperti yang diharapkan. Perlu diingat, parlemen ( DPRD,DPD, DPR–RI ) di Indonesia dipilih secara langsung, one man one vote. Bahkan di Negara Amerika Serikat pun tidak demikian, mereka masih ada lembaga electoral college yang menetukan hasil akhir pemilihan umum. Namun lihat saja prilaku wakil rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyatnya, dari mulai yang tertidur saat sidang , ricuh saat pengambilan keputusan hingga menonton hal – hal yang tidak penting. Ironi memang, semua ini jauh dari kalimat parlemen yang menganut prinsip  Good Governance.
Bagaimana agar prinsip Good Governance dapat ditegakkan dalam parlemen? Hal pertama yang harus dilakukan adalah kembali kepada dasar pekerjaannya yaitu sebagai wakil rakyat yang menghubungkan aspirasi rakyat terhadap pemerintah. Wakil rakyat yang harus melayani bukan dilayani, jikalau melayani pun hanya melayani partai politik yang menjadi kendaraannya sebagai wakil rakyat. Sebagai wakil rakyat, seharusnya dikenal oleh rakyatnya. Namun pada kenyataannya, rakyat bahkan tidak tahu siapa dan bagaimana wakil rakyat yang mereka pilih. Selain itu, parlemen harus mengerti fungsi dan tujuannya yaitu salah satunya adalah check and balance kinerja para pemerintah, hal ini mutlak adanya untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah dan juga untuk mencegah kesenjangan antara pemerintah dengan rakyatnya. Namun lagi – lagi pada kenyataannya, parlemen tidak melaksanakan prinsip Good Governance. Sebagai faktanya, terlihat sekali kesenjangan terutama rakyat dalam kondisi sosial-ekonomi menengah ke bawah, mereka sudah memandang negatif prilaku dan kebijakan yang dibuat oleh parlemen. Mereka mulai tidak percaya karena keterbukaan , transparansi, dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat tidak terlihat.
Pada prinsip keefesienan dan keefektifan  (effeciency and effectiveness) adalah yang paling terlihat dalam tubuh parlemen.
1] Terdapat dalam makalah yang disampaikan pada kuliah umum dengan tema “ Optimalisasi Good Governance sebagai pilar pemerintahan yang berhasil ”. Sabtu, 08 oktober 2011, FISIP Universitas Padjadjaran
Peraturan yang dibuat hendaklah benar - benar untuk kesejahteraan rakyat bukan hanya untuk kesejahteraan rakyat sepihak. Ini berarti tidak merugikan rakyat, sebagai contoh tidak efesien dan efektifnya peraturan tersebut terdapat pada kasus Prita Nulyasari yang dijerat Undang – undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 27 ayat 3. Seharusnya peraturan yang dibuat benar – benar efektif dan efesien agar tidak perlu mengamandemen peraturan yang telah dibuat, karena merugikan yang menjalankan maupun yang terikat pada peraturan tersebut. Sistem pencabutan sebagai wakil rakyat seharusnya diberlakukan, artinya rakyat tidak hanya bisa memilih wakilnya, namun dapat memberhentikan wakil yang telah dipilih jikalau mereka tidak mengemban amanat dan tugasnya secara baik tanpa harus menunggu masa jabatannya berakhir.
Jadi, wakil rakyat (parlemen) yang sudah diembankan amanat yang besar hendaknya melaksanakan tugasnya berdasarkan prinsip Good Governance. Karena tidak dipungkiri, jikalau parlemen itu sangat dibutuhkan oleh rakyat sebagai wakilnya. Parlemen harus menjadi penyeimbang agar kesenjangan antara rakyat dan pemerintah  tidak terjadi dan yang paling penting merubah paradigma rakyat tentang parlemen yang buruk kembali menjadi parlemen yang ideal dalam mengemban amanat serta tugasnya.