Dalam
buku ini diceritakan bahwa sesungguhnya manusia indonesia ini benar-benar buruk,
bahkan orang belanda menganggap manusia indonesia itu amat khianat tidak mau
memegang teguh perjanjian amat suka membunuh , mau berperang saja dan lainnya,
namun dibalik itu ada juga sifat yang mencirikan manusia indonesia yaitu, ramah
tamahnya , hormat, tenang serta sifat lainnya yang terlalu banyak untuk
dijelaskan.Manusia Indonesia idealnya
adalah menurut ideologinya menjadi manusia pancasila. Begitu banyak yang mengartikan
manusia indonesia baik dari agama ataupun atau sektor lainnya. Banyak pula yang
mengartikan manusia indonesia adalah tanggapan dari seseorang itu sendiri.bagaimanapun juga ternyata bahasa Indonesia
itu merupakan inti.Banyak juga
pantun-pantun yang memperkenalkan dan membuktikan suatu perlakuan yang tidak
boleh dilakukan seperti free sex.
Salah
satu ciri manusia indonesia yang cukup menonjol ialah hipokritis dan munafik.
Ciri kedua dari manusia indonesia adalah segan dan enggan bertanggung jawab
atas perbuatannya , putusannya, kelakuannya, pikirannya dan sebagainya. Ciri
ketiga manusia indonesia innni adalah ciri feodalnya . Ciri keempat adalah
bahwa manusia indonesia itu adalah manusia yang percaya dan menjalankan
takhayul serta mereka mempercayai pada segala hal-hal yang mistis. Ciri kelima
dari manusia indonesia adalah artistik , mereka bermain dengan naluri dan
perasaan, yang dapat mengembangkan daya pikir untuk semakin artistik lagi dan
menciptakan produk kerajinan yang semakin kreatif dan inovatif. Ciri keenam
manusia indonesia adalah mempunyai watak yang lemah dan karakter yang kurang
kuat. Dia mudah dan jika sudah klop maka ia langsung masuk dan berani untuk
mengubah keyakinannya.
Ciri
lainnya, mungkin konsep binatang ekonomi tidak melekat pada masa sekarang namun
yang terjadi adalah bahwa manusia indonesia itu bersifat konsumtif terutama
pada barang-barang yang benar-benar kita impikan. Kini manusia Indonesia itu
menjadi sosok yang kurang sabar dan senang menggerutu. Meraka akan terhasut
dengan perasaan iri , dengki yang harus dihindari. Ciri lainnya adalah bahwa
masyarakat indonesia itu gampang merasa senang dan bangga, tukang tiru. Pribadi
dan watak sikap dan tingkah laku manusia dan nilai-nilai Yang didukungnya
dibentuk oleh masyarakat lingkungannya, almnya, dan ada pula pikiran internal
ataupun kesadaran diri sendiri. Dunia ini boleh dikaitkan maju namun ekonominya
belum sejajar,mereka lebih condong
kedalam teknologi dan jadi bahan pertimbangan. Karena teknologi itu satu demi
satu dapat memecahkan beberapa masalah. Dunia Indonesia yang dipandang oleh
oleh beberpa ahli mengatakan bahwa negara Indonesia layaknya surgawi yang ada
dibumi. Namun yang patut dipahami adalah
sejelek apapun keadaan manusia indonesia itu buruk maupun baik yang perlu
digaris bawahi adalah bahwa ini hanya sekedar opini semuanya akan kembali
kepada pikiran dan tanggapan individu masing-masing.
Berpikir merupakan ciptaan dalam
bentuk akal yang diciptakan oleh tuhan yang maha kuasa. Berpikir merupakan kata
kerja dalam kamus Bahasa Indonesia, berawal dari kata pikir yang berarti apa yang ada dalam hati, akal budi, ingatan,
angan-angan, kata dalam hati, pendapat, pertimbangan. Sedangkan,menurut kata kerjanya berpikir itu adalahmenggunakan akal budi untuk menemukan jalan keluar, mempertimbangkan
atau memutuskan sesuatu.
Pikiran ada dalam diri manusia
tanpa terkecuali, baik mereka sehat atau sakit, sadar maupun tidak sadar.
Berpikir hanya ada didalam diri manusia, sebab pikiran adalah salah satu yang
dapat membedakan manusia dengan hewan. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles
bahwa manusia adalah seekor hewan sosial atau seekor binatang dengan unsur –
unsur tertentu yang khas, khususnya rasio dan tuturan.[1]
Oleh karena itu, berpikir merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh manusia setiap waktu. Salah satu macam berpikir
yag tidak semua orang bisa melakukannya adalah berpikir kritis, sebab berpikir
kritis hanya diperuntukan untuk orang yang mempunyai daya nalar yang tinggi dan
mempunyai rasionalitas logika yang tinggi pula. Orang – orang yang berpikir
kritis berbeda dengan orang – orang yang berpikir protes walaupun ada kesamaan
arti yaitu sama-sama bentuk penolakan dari sesuatu atau seseorang.
Pikiran yang digunakan dalam
penalaran dan diungkapkan lewat bahasa juga memiliki materi dan bentuk.
Contohnya, kalau kita mengatakan bundar, materinya adalah isi dan arti kata itu
sendiri, sedangkan bentuknya adalah positif. Akan tetapi, jika kita mengatakan
tidak bundar, bentuknya adalah negatif.[2]
Seperti yang sudah diungkapkan
dalam pendahuluan bahwa berpikir erat kaitannya dengan manusia. Semua orang
yang dapat merubah dunia adalah orang – orang yang berpikir besar. Adanya arus
globalisasi, penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru adalah hasil
dari pemikir – pemikir yang berkualitas. Sebab hanya dengan pemikirannya, mereka
dapat menentukan wajah baru dan dunia baru.
Masalahnya adalah tidak semua orang
dapat menghasilkan pemikiran – pemikiran yang berkualitas dan dapat merubah
dunia kearah yang lebih baik lagi. Para kalangan akademisi merupakan pemikir, namun
belum tentu sebagai pemikir yang berkualitas. Sebab kebanyakan dari mereka
hanya berpikir secara emosional, mengandalkan asumsi dan terkesan egosentris.
Sebagai kalangan akademisi yang
dituntut akal budinya, mengharuskan mereka untuk berpikir secara kritis,
berpikir yang tidak hanya memaksakan emosional dan terbenam dalam pola
pemikirannya sendiri. Agar pemikiranya itu dapat berupa sebuah karya
intelektual yang hadir secara ilmiah, atas dasar validitas dan analisis suatu
data.
Berpikir secara kritis berarti
berpikir secara luas dan terbuka dengan mempertimbangkan kemungkinan –
kemungkinan hingga mendapatkan suatu fakta dan informasi yang dapat diterima
atau ditolak.
Menurut Paul & Elder (2005),
berpikir kritis merupakan cara bagi seseorang untuk meningkatkan kualitas dari
hasil pemikiran menggunakan teknik sistemasi cara berpikir dan menghasilkan
daya pikir intelektual dalam ide-ide yang digagas.
Seseorang yang berpikir kritis akan
mampu menyelesaikan masalah dengan sistemasi pemikiran yang abstrak lalu
menyusunnya dalam metode penyelesaian yang efektif. Namun timbulah masalah yang
dapat mengkategorikan seserorang itu dapat berpikir kritis atau tidak sebab
manusia adalah subjek bagi kehidupan ini dan mereka cenderung menggunakan
emosional dalam berpikir. Itu akhirnya dapat menimbulkan sifat egosentrisme
yang dapat membuat pemikiran jadi tertutup akan pemikiran yang lain sehingga
sulit menemukan inovasi atau terobosan baru serta meletakkan pemikir – pemikir
ini dalam komunitas individualistis yang tidak peka terhadap lingkungan
sekitar.
Untuk membedakan berpikir secara
kritis atau berpikir secara protes, berikut adalah ciri khas pemikir kritis:
a.Mampu
membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi
yang ada.
b.Berpikir
terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan konsekuensi yang
logis.
c.Berkomunikasi
secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks
Hanya sedikit didunia ini yang
hanya berlandaskan hitam dan putih atau seperti koin yang mempunyai dua sisi.
Selebihnya adalah kompleks bahkan multikompleks, maka dari itu diperlukan
pemikiran yang tidak hanya memandang satu sisi namun dari beberapa sisi hingga
mencapai kesimpulan yang rasional dan masuk dalam logika.
Apa itu logika? Secara etimologi, Menurut
Jan Hendrik Rapar dalam bukunya pengantar
logika, Logika adalah mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai suatupertimbangan akal, mengenai kata,
mengenaipercakapan atau yang berkenaan
dengan ungkapan lewat bahasa. Logika ini lebih mengutamakan daya nalar
dibanding dengan perasaan.
Logika tidak mempelajari cara
berpikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran dalam bentuk yang paling sehat
dan praktis. Banyak jalan pemikiran yang dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir
kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan, dan sugesti. Juga banyak pemikiran
yang diungkapkan sebagai luapan emosi seperti caci-maki, kata pujian atau
pernyataan keheranan dan kekaguman. Ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan
argumen yang secar selintas kelihatan benar untuk memperoleh keuntungan pribadi
maupun golongan. [3]
Maka dari itu, Logika akan membantu
seseorang untuk mampu berpikir dengan rasional, abstrak dan logika. Karena jika
tidak mempunyai unsur – unsur tersebut maka seseorang itu akan sulit untuk
dapat berpikir secara kritis. Ia akan senantiasa berpikir sesuai dengan
kehendaknya sebagai naluriah yang terkandung dalam setiap diri manusia.
Seperti yang terjadi Pada saat ini
banyak orang yang menyetarakan antara berpikir kritis dengan berpikir secara
protes. Sebab dalam kajiannya sama menolak sesuatu atau seseorang. Namun pada
dasarnya Berpikir secara kritis itu sudah termasuk berpikir secara protes,
tetapi berpikir secara protes tidak termasuk berpikir secara kritis.
Cara seseorang berpikir secara kristis, adalah
sebagai berikut:
a.Ketika menjumpai fakta, gagasan atau konsep baru,
pastikan memahami dan mengetahui istilah-istilah yang ada.
b.Pelajari bagaimana fakta atau informasi diperoleh.
Apakah diperoleh dari percobaan, apakah percobaan tersebut dilakukan dengan
baik dan bebas bias? Dapatkah percobaan itu diulangi?
c.Jangan
terima semua pernyataan pada secara seketika. Apakah sumber informasi tersebut dapat
dipercaya?
d.Pertimbangkan apakah kesimpulan
mengikuti fakta? Bila fakta tidak mendukung
kesimpulan, ajukan pertanyaan dan tentukan kenapa demikian. Apakah argumen yang
dipergunakan logis atau mengambang?
e.Terbuka
terhadap gagasan baru.
Contoh terkenal adalah teori tektonik lempeng. Meskipun prinsip-prinsip
dasarnya telah diketahui pada awal abad 20, namun teori tersebut baru diterima
kalangan luas setelah tahun 1970-an setelah bukti-bukti yang berlimpah.
Tanda – tanda pemikir yang kritis,
adalah kesiapan untuk menantang ide – ide orang lain ( anti thesis). Salah
satunya adalah dalam keterampilan berpikir secara kritis, Robert Ennis yang
merupakan bapak berpikir kritis di Amerika Utara mengidentifikasi 12 aspek
dalam wujud keterampilan berpikir kritis yang saling berkesinambungan adalah
sebagai berikut:[4]
1.Memahami
arti pernyataan.
2.Mempertimbangkan
adanya ambigunitas dalam penalaran.
3.Mempertimabangkan
pernyataan yang kontradiktif satu dengan yang lain.
4.Mempertimbangkan
kesimpulan yang diikuti.
5.Mempertimbangkan
pernyataan yang cukup spesifik.
6.Mempertimbangkan
pernyataan penerapan satu prinsip.
7.Mempertimbangkan
satu pernyataanhasil observasi.
8.Mempertimbangkan
kesimpulan induktif yang diperingatkan.
9.Mempertimbangkan
masalah yang telah dikenali.
10.Mempertimbangkan
sesuatu sebagai asumsi.
11.Mempertimbangkan
definisi yang tepat.
12.Mempertimbangkan
pernyataan yang diambil oleh otoritas yang diterima.
Dengan demikian, berpikir secara
kritis adalah menggunakan akal budi untuk menelaah sesuatu dengan hati-hati.
Berpikir secara kritis didefinisikan sebagai ketetapan yang hati-hati
dan tidak tergesa-gesa untuk apakah kita sebaiknya menerima, menolak atau
menangguhkan penilaian terhadap suatu namun didasarkan dengan fakta,data, dan
informasi yang akurat.
Berpikir secara
kritis juga bermanfaat untuk kita. Berpikir secara kritis dapat membuat kita
tidak salah jalan, mempunyai intelektual yang teruji dan mengasah pola pikir
yang akan terus menemukan inovasi – inovasi baru.
[1]Dikutip dariDr.H. Dadang Supardan,M.Pd,Pengantar Ilmu sosial, P.T. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 26
[2]Dikutip dari Jan Hendrik Rapar, Pengantar
Logika, Kanisius,Yogyakarta, 1996,hlm. 17
[3]
Dikutip dari Drs.H.Mundiri,Logika, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta,2009. Hlm.8
[4]
Dikutip dari artikel berpikir kritis oleh Dr. Padmono.Y melalui
[http://filsafat.kompasiana.com/2010/08/14/berpikir-kritis/] [last update: 14
agustus 2010]
Jumat, 30 Maret 2012
Good Governance : Cita dalam Parlemen
Oleh Mega
Ardianni
Parlemen
merupakan sub sistem yang penting bagi suatu pemerintahan. Parlemen mempunyai
tugas penting selain sebagai wakil rakyat yang mempunyai tugas merancang peraturan – peraturan yang akan diterapkan
di negaranya serta sebagai pengontrol agar terciptanya check and balance. Namun pada saat ini pandangan rakyat terhadap parlemen
sebagai wakilnya sudah bertolak belakang. Pada kenyataannya banyak pihak yang
tidak menyukai kinerja parlemen yang dianggap sudah melalaikan amanat yang
diembannya. Rakyat rindu akan wakil rakyat (parlemen) yang ideal. Lalu parlemen
yang ideal seperti apa? Ini masih diperdebatkan oleh semua pihak, banyak
kriteria yang dapat memenuhi sebagai parlemen yang ideal.
Parlemen
yang ideal adalah menganut prinsip Good
Governance dalam menjalankan amanat dan tugasnya. Konsep Good Governance adalah melihat kegiatan,
proses atau kualitasnya, bukan tentang strukturnya, tetapi kebijakan yang
dibuat dan efektivitas penerapan kebijakan tersebut. Governance ini melibatkan relasi antara berbagai kekuatan dalam
negara, yakni pemerintah (state), civil society, economic society dan
political society.
Model
pengukuran indikator Good Governance
yang dikembangkan oleh BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang
meliputi 14 prinsip tata pemerintahan yang baik , yakni : 1) wawasan kedepan (visionary); 2) keterbukaan dan
transparansi (openness and transparency);
3) partisipasi masyarakat (patricipation);
4) tanggung gugat (accountability);
5) supremasi hukum (rule of law); 6)
demokrasi (democracy); 7)
profesionalisme dan kompetensi (profesionalism
and competency); 8) daya tanggap (responsiveness);
9) keefesienan dan keefektifan (efficiency
and effectiveness); 10) Desentralisasi (decentralization);
11) kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector and civil society partnership); 12) komitmen pada
pengurangan kesenjangan (commitment to
reduce inequality); 13) komitmen pada perlindungan lingkungan hidup (commitment to environmental protection);
14) komitmen pada pasar yang fair (commitment to fair market) .1]
Prinsip
yang dikembangkan oleh BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) untuk
mencapai Good Governance sebenarnya
sudah sangat baik. Namun pada kenyataannya, beberapa bahkan mungkin semua
prinsip dalam Good Governance belum
bisa diterapkan seutuhnya seperti yang diharapkan. Perlu diingat, parlemen ( DPRD,DPD,
DPR–RI ) di Indonesia dipilih secara langsung, one man one vote. Bahkan di Negara Amerika Serikat pun tidak
demikian, mereka masih ada lembaga electoral
college yang menetukan hasil akhir pemilihan umum. Namun lihat saja prilaku
wakil rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyatnya, dari mulai yang
tertidur saat sidang , ricuh saat pengambilan keputusan hingga menonton hal –
hal yang tidak penting. Ironi memang, semua ini jauh dari kalimat parlemen yang
menganut prinsip Good Governance.
Bagaimana
agar prinsip Good Governance dapat
ditegakkan dalam parlemen? Hal pertama yang harus dilakukan adalah kembali
kepada dasar pekerjaannya yaitu sebagai wakil rakyat yang menghubungkan aspirasi
rakyat terhadap pemerintah. Wakil rakyat yang harus melayani bukan dilayani,
jikalau melayani pun hanya melayani partai politik yang menjadi kendaraannya
sebagai wakil rakyat. Sebagai wakil rakyat, seharusnya dikenal oleh rakyatnya.
Namun pada kenyataannya, rakyat bahkan tidak tahu siapa dan bagaimana wakil
rakyat yang mereka pilih. Selain itu, parlemen harus mengerti fungsi dan
tujuannya yaitu salah satunya adalah check
and balance kinerja para pemerintah, hal ini mutlak adanya untuk mencegah
penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah dan juga untuk mencegah kesenjangan
antara pemerintah dengan rakyatnya. Namun lagi – lagi pada kenyataannya,
parlemen tidak melaksanakan prinsip Good
Governance. Sebagai faktanya, terlihat sekali kesenjangan terutama rakyat
dalam kondisi sosial-ekonomi menengah ke bawah, mereka sudah memandang negatif
prilaku dan kebijakan yang dibuat oleh parlemen. Mereka mulai tidak percaya
karena keterbukaan , transparansi, dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat
tidak terlihat.
Pada
prinsip keefesienan dan keefektifan (effeciency and effectiveness) adalah
yang paling terlihat dalam tubuh parlemen.
1]Terdapat
dalam makalah yang disampaikan pada kuliah umum dengan tema “ Optimalisasi Good
Governance sebagai pilar pemerintahan yang berhasil ”. Sabtu, 08 oktober 2011,
FISIP Universitas Padjadjaran
Peraturan
yang dibuat hendaklah benar - benar untuk kesejahteraan rakyat bukan hanya
untuk kesejahteraan rakyat sepihak. Ini berarti tidak merugikan rakyat, sebagai
contoh tidak efesien dan efektifnya peraturan tersebut terdapat pada kasus
Prita Nulyasari yang dijerat Undang – undang Informasi Transaksi Elektronik (UU
ITE) pasal 27 ayat 3. Seharusnya peraturan yang dibuat benar – benar efektif
dan efesien agar tidak perlu mengamandemen peraturan yang telah dibuat, karena merugikan
yang menjalankan maupun yang terikat pada peraturan tersebut. Sistem pencabutan
sebagai wakil rakyat seharusnya diberlakukan, artinya rakyat tidak hanya bisa
memilih wakilnya, namun dapat memberhentikan wakil yang telah dipilih jikalau
mereka tidak mengemban amanat dan tugasnya secara baik tanpa harus menunggu
masa jabatannya berakhir.
Jadi, wakil
rakyat (parlemen) yang sudah diembankan amanat yang besar hendaknya
melaksanakan tugasnya berdasarkan prinsip Good
Governance. Karena tidak dipungkiri, jikalau parlemen itu sangat dibutuhkan
oleh rakyat sebagai wakilnya. Parlemen harus menjadi penyeimbang agar
kesenjangan antara rakyat dan pemerintah
tidak terjadi dan yang paling penting merubah paradigma rakyat tentang
parlemen yang buruk kembali menjadi parlemen yang ideal dalam mengemban amanat
serta tugasnya.